SENI MAMAOS CIANJURAN


SENI MAMAOS CIANJURAN
Unsur Seni yang sarat akan nilai ajaran agama Islam
Oleh : Drs. Dadang Ahmad Fajar, M.Ag

Seni Mamaos Cianjuran, merupakan bagian dari seni yang bernuansa religius. Ajaran agama islam tampak mendominasi kandungan liriknya. Berbeda dengan seni mamaos Cianjuran yang kini tersebar di seleruh Jawa Barat. Umumnya telah mengalami pergeseran budaya. Sehingga tidak sedikit lagu-lagu yang dilantunkan itu, bernuansa percintaan atau hubungan antara muda-mudi. Hal ini tidak sesuai dengan originalitas seni Mamaos Cianjuran. Bahkan pada beberapa waktu ke belakang, ada upaya untuk melakukan perbaharuan pada seni mamaos, dengan cara menambah lirik lagu, sehingga merupakan seni terbuka dalam melantunkan lagu-lagunya.
Berbeda dengan seni lainnya, mamaos memiliki nilai historis yang sangat penting sepanjang sejarah peradaban Islam di Cianjur. Saat itu Dalem Pancaniti, memulai dakwahnya dengan petikan kecapi. Melalui kesenian inilah, umat Islam di wilayah Cianjur, mendidik dirinya untuk memperhalus jiwa, disamping dengan ritual ke-agama-an seperti shalat dan lain sebagainya. Kesenian ini juga ternyata diyakini sebagai bentuk terapi terhadap jiwa keserakahan yang biasanya melanda para petinggi atau pejabat. Dengan melanjutkan seni mamaos Cianjuran, diyakini bisa menyentuh nurani melalu beberapa media. Pertama, melalui sya'ir. Lirik yang menuntun jiwa seseorang untuk selalu memperhatikan alam sebagai ciptaan Allah 'Azza wa Jalla. Kedua, petikan kecapi, berbeda dengan petikan senar lainya, seperti gitar atau sejenisnya. Amplitude yang ditimbulkannya, akan membuat jiwa seseporang menjadi merunduk seketika. Sebab haluannya, menggiring orang untuk meresapi ritme petikan. Kemudian laras dan lantunannya lebih mendekati pada tarikan desah nafas serta denyut nadi. Dengan demikian, maka petikan kecapi ini, berdampak juga pada kesehatan jantung dan paru.
Pada masa silam, seni mamaos dilantunkan di halaman gedung Pancaniti, belakang pendopo Kabupaten Cianjur. Dengan didamping beberapa orang yang menemani serta meniup suling. Dalem Pancaniti, mulai melantunkan sya'irnya. Tidak sedikit masyarakat yang turut mendengarkan alunan suara dan petikan kecapi beliau, keyakinan kepada Allah-nya menjadi bertambah kuat. Apalagi saat Dalem Pancaniti mengupas kandungan lagu yang dilantunkannya.
Pada masa sekarang, seni mamaos Cianjuran, dapat dinyatakan sebagai seni buhun, yang kemungkinan akan tergeser keberadaannya oleh seni yang tergolong trans-nasional, bila seniman Cianjur tidak segera mengambil inisiatif untuk melakukan kaderisasi dikalangan generasi muda. Saat ini di Cianjur sendiri, sangat langka peminat seni mamaos Cianjuran, yang berusia di bawah 30 tahun. Tidak diketahui, penyebab kurangnya animo generasi muda ini, terhadap kesenian daerahnya sendiri.
Lucunya, kesenian yang bersumber dari daerah lain, seperti lagu-lagu yang diirngi oleh alat music Cukulele, Tamtam, Zimbe dan sejenisnya, justru merbak, bagai jamur di musim hujan. Hingga kini belum ada yang melakukan penelitian tentang ini. Untuk itulah, kepada rekan-rekan mahasiswa yang bergelut dalam pendidikan kesnian, hendaknya menaruh perhatian besar pada kesenian yang satu ini. Sebab, disamping memiliki nilai historis daerah, juga sarat dengan nilai-nilai agama Islam. Oleh sebab pula, Pondok Pesantren Al-Ukhuwwah, melalui program besarnya, yakni menampilkan sosok pondok pesantren berbasis kearifan budaya lokal, mencoba untuk kaderisasi kader mamaos Cianjuran. Namun masih tertatih-tatih, karena kekurangan pelatih dan dana. Padahal sumber daya manusiannya, telah siap untuk dididik. Sebab mereka adalah semua santri dari pondok pesantren Al-Ukhuwwah Cianjur.

Template by:
Free Blog Templates